Di tengah kabar krisis global, di tengah ramai demo tuition fee naik tiga kali lipat untuk mahasiswa EU, maka ini sungguh kabar baik. Chevening buka lagi! Horeee..


Gw gak inget bagaimana suasana hati gw *jieh* ketika pada 2004 (kalo gak salah) liat pengumuman soal Chevening ini. Diduga sih jiper dan excited. Excited karena ini adalah peluang untuk sekolah lagi, juga jalan-jalan ke luar negeri dibayarin orang. Tapi juga jiper, karena mau gak mau kan mesti liat kemampuan diri sendiri dong. Secara IP gw ya cuma lebih dikiiiit dari plafon paling bawah yang ditetapkan Chevening.

Tapi ya cuek aja. Gw gak akan tau bakal tembus Chevening atau enggak, kalau nggak nyoba. Segala bentuk ‘what if’ disimpan dulu saja dalam hati. Yaaah namanya juga baru tahap nyoba. Gw juga kayaknya nggak bilang-bilang sama orang-orang kalo mau nyoba Chevening. Takut ditanyain, hihihi. Ngerinya stres kalo ditanya kiri-kanan gimana nasib Chevening, padahal pada titik itu ya belum tentu berhasil dong.

Gw baru bilang ke kakak gw soal keikutsertaan gw ke Chevening pas gw minta pendapat dia soal isian formulir gw. Dia langsung menyambut dengan gembira dan menawarkan diri untuk ngedit formulir gw. Begitu dia edit, gw langsung berasa amazed sama isian formulir itu dan terkagum-kagum: ajigile, gw keren banget ya di formulir ini. Hahaha.

Gw rasa sih yang penting ketika mau jajal Chevening, atau apa pun itu, adalah mengalahkan ketakutan diri sendiri. Itu disimpen dulu aja di laci. Kalo perlu, lacinya dikunci, kuncinya ditelen. Karena kadang ketakutan gak penting itu yang bikin gak maju.

Makanya dulu gw sebelll banget sama temen gw, ketika gw nawarin fellowship ke Swedia, dia menolak karena gak pede sama bahasa Inggrisnya. Eerrr iya sih, nggak pede boleh aja, tapi hadeehh, jajal dulu aja ngapa? Kalo ternyata diterima dan panitianya bisa ‘memaafkan’ bahasa Inggris kita yang begitu deh, yaaa itu kan kesalahan mereka, hahaha. Yang penting punya niat dulu deh, untuk menyingkirkan segala ketakutan dan aneka rupa ‘what if’ yang seliweran.

You’ll never know until you try.

Kalaupun nggak langsung berhasil di kali pertama, ya semangatnya terus dipelihara. Jangan menyerah. Daripada ntar jadi roh gentayangan dan penasaran karena gak menjajal untuk kali pertama, kedua atau kesekian, mendingan ya dilakonin aja. Arry, kalo gak salah inget cerita dia, akhirnya dapat Chevening setelah beberapa kali menjajal. Begitu juga Mas Hadi, teman seangkatan Chevening 2005, yang berhasil di ‘pukulan ketiga’. Atau Mas Asnawi, juga teman seangkatan di Chevening, yang tekun merintis jalan menuju ke sana sejak SMA demi ‘mengubah nasib’.

Makdarit gw merasa bersyukur telah menyingkirkan ketakutan diri sendiri untuk menjajal Chevening. Andai gw dulu menyerah pada kejiperan gw, tentu gak akan ada buku ‘Cheers, UK!’ dongs, kekekek.

Info selengkapnya soal Chevening, baca sendiri di sini ya.