Gw dari dulu suka banget baca cerpen. Itu juga yang membuat gw ikut kelas ‘Penulisan Populer’-nya Pak Ismail Marahimin, bokapnya @somemandy. Ini yang kerap membuat gw disangka anak Fakultas Sastra, karena nulis soal ini di sampul belakang buku ‘Cheers, UK!’ Percayalah, darah oranye mengalir deras di dalam gw: gw aseli anak FISIP!

Pada masa itu, gw suka banget sama Seno Gumira Ajidarma. Dan kini, ada ‘Johnny Mushroom dan cerita lainnya’ di tangan gw.

Ini adalah kumpulan cerpen karya Zaky Yamani. He may not be the best tour guide in Manila *wink* but he surely is a great writer.

Gw kenal Zaky pas ada training di Manila. Karena kita barengan ke Manila naik Cebu Pasific yang murah meriah, jadilah untuk training yang baru mulai Senin, kita udah berangkat dari Jakarta sejak Jumat tengah malam, fiuh! Untunglah Zaky pernah sekolah di Manila, jadi bisa diperbantukan jadi tour guide; meski sebenernya CV dia agak memalukan: cuma 2-3 kali naik jeepney sepanjang dia di Manila. Lebih sering kelindes ban jeepney, katanya.

Tapi ini postingan bukan soal Zaky, melainkan soal bukunya.

Tulisan pertama, judulnya sama dengan judul buku. Dari tulisan pertama, gw langsung sepaham dengan review yang dibikin sama Rolling Stone Indonesia: ini cerita urban, dengan setting jalanan. Ah betul. Ini kerasa betul di sana. Gw gak berasa asing dengan gaya tulisan begini, karena gw juga udah sering baca tulisan Zaky di multiply dia.

Lanjut ke tulisan kedua. Lantas ketiga. Lantas keempat. Sekarang gw udah sampai di tulisan kesembilan. Impresi yang gw dapat: fulfilled.

Ternyata udah lama gw gak baca tulisan yang impresinya kuat seperti ini. Pilihan-pilihan katanya tepat. Deskripsinya pas. Temanya urban banget. Analoginya menarik. Kisah-kisahnya mengena. Kesan yang disampaikan dalam tulisan, cocok. Yang paling gak tahan: banyak kutipan bahasa Sunda di situ, hihihi.

Membaca Getir, gw seperti sedang mendengar|membaca Melancholic Bitch; Melbi dengan Joni dan Susi, sementara Zaky dengan Wati dan Dado. Membaca Kambing Gunung Padang Bintang membuat gw terkikik dengan pilihan nama kambing-kambing itu (gw mau jadi Ciscis dongs hihi!). Membaca Percakapan Antara Bur dan Maut bikin gw berpikir keras tentang gw dan pekerjaan gw (semoga gw tidak menjalani ‘hidup tanpa pilihan’ seperti bur dan maut). Selepas baca Michael Nama Anakmu membuat gw ingin memeluk Senja sesegera mungkin. Sementara membaca Lindung bikin gw berasa maknyessss sekaligus helpless. Tulisan nyaris terakhir berjudul Lelaki yang Mati di San Miguel Avenue udah pernah gw baca sebelumnya di multiply Zaky.

Jadi gw merekomendasikan buku ini.

Bukan karena Zaky itu temen gw, yang berbaik hati datang bareng istrinya, Rere, saat ada acara buku ‘Cheers, UK!’ di Bandung. Bukan karena Zaky sesama wartawan. Bukan karena Zaky itu Ketua AJI Bandung sekarang. Bukan karena Zaky memperkenalkan menu crunchy pita with bangus spread di Max’s Chicken di Intramuros yang enaaak itu. Bukan karena Zaky itu peraih beasiswa di Ateneo de Manila University. Bukan karena Zaky pernah menang lomba karya jurnalistik investigasi soal air dari ADB. Bukan juga karena Zaky peraih Mochtar Lubis Fellowship 2010.

Terima kasih Zaky. Tulisan elu sungguh bergizi.

Pesan sponsor tanpa tekanan: Carilah Zaky di FB dan pesanlah bukunya 🙂